SUARA MAHASISWA, Fokus Tuntaskan Pengangguran

Hiruk-pikuk kawasan Eropa dan Amerika Serikat sebagai akibat resesi ekonomi yang tak terbantahkan memicu tingkat pengangguran semakin memuncak tinggi. Fenomena ini tak syak menjadi stimulan aksi demonstrasi yang semakin melebar ke berbagai kawasan di Eropa.

Rasa frustrasi dan amarah para demonstran yang tak terkendali pun memaksa para pemimpin di Eropa untuk mundur dari jabatannya seperti yang terjadi di Yunani.Lantas,bagaimana dengan Indonesia, masihkah menganggap pengangguran sebagai problema sederhana? Tahun 2012 yang akan segera tiba adalah waktu yang tepat untuk menjawab pertanyaan ini.Data BPS, Agustus 2011 melansir tingkat pengangguran terbuka di Indonesia turun menjadi 6,56% dibandingkan Februari 2011 sebesar 6,80%. Opini masyarakat adalah ada peningkatan penyerapan tenaga kerja. Faktanya, dalam data tahun serupa jumlah angkatan kerja ikut menurun.

Perlu digarisbawahi bahwa jumlah penduduk Indonesia yang bekerja justru menurun pada Agustus 2011 yaitu sebesar 109,7 juta orang dibandingkan Februari 2011 sebesar 111,3 juta orang. Hipotesisnya klaim penurunan tingkat pengangguran tampaknya lebih banyak dipengaruhi menurunnya jumlah angkatan kerja dibandingkan alasan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia yang bekerja.

Hingga hari ini kebijakan pemerintah dalam menanggulangi problema pengangguran masih terkesan sulit teridentifikasi. Pasalnya pengangguran di negeri ini kerap diatasi dengan kebijakan berbau pragmatis. Pengiriman buruh migran yang relatif meningkat menjadi cerminan solusi pragmatis yang kurang kreatif dan manusiawi yang ditradisikan pemerintah.

Tahun 2012 tentu akan memunculkan tantangan yang berbeda dan cenderung tak dapat ditebak di samping berbagai keberuntungan yang juga ikut mengiringinya. Menghadapi problema pengangguran tahun depan sudah barang tentu tidak boleh lagi mengandalkan upaya-upaya konservatif yang terkesan pragmatis.

Persoalan pengangguran di Indonesia bila ditelusuri selalu saja bertumpu pada masalah modal dan lapangan pekerjaan yang minim. Alasan ini sangatlah klasik. Hanya perlu perhatian dan implementasi yang serius untuk penanggulangan yang memukau. Upaya penciptaan bank-bank micro credit seperti yang pernah dilakukan peraih nobel 2006, Muhammad Yunus,seorang ekonom asal Bangladesh, sangat bisa diadopsi di negeri kita meski sebenarnya konsep ini sudah lama kita kenal dengan istilah koperasi di pedesaan.

Potensi ekonomi agraria tidak serta-merta mengharuskan masyarakat bertumpu pada bertani belaka. Sektor penyediaan pupuk, transportasi, pengemasan, pemasaran, dan permodalan juga mampu diisi oleh masyarakat sebagai lahan pekerjaan. Sektor-sektor inilah yang kemudian bersinergi dalam upaya menghidupkan perekonomian di tiap wilayah.

Problema pengangguran di Indonesia bukanlah permasalahan sederhana namun bukan juga permasalahan yang tidak bisa diatasi.Negeri kita hebat dalam hal konsepsi dan teori. Kita hanya kurang serius dalam implementasi.

JUNIUS FERNANDO S SARAGIH
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP Unpad
Aktivis GMNI

Leave a comment